Oleh: Umar Mukhtar
Dewasa ini Indonesia disebut-sebut sedang diguncang berbagai isu kebangsaan yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber permasalahannya adalah munculnya sikap intoleransi dan merebaknya paham radikal dikalangan masyarakat. Permasalahan tersebut semakin cepat menyebar dengan memanfaatkan banyak media dan mengingat mudahnya akses informasi yang didapat oleh semua kalangan. Yang paling mengkhawatirkan adalah ketika isu-isu tersebut diterima dan disalah pahami oleh anak-anak yang merupakan tombak penerus bangsa. Sulit dibayangkan jika kemudian anak-anak yang menjadi harapan kita mengalami distorsi pemikiran terhadap hal-hal yang keliru. Mau dibawa kemana bangsa ini kedepan? Nyatanya, sudah ada beberapa kasus terkait isu radikalisme yang melibatkan anak dibawah umur. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka perlu dilakukan upaya preventif demi menyelamatkan anak-anak dari upaya radikalisasi. Dengan menyelamatkan generasi penerus bangsa maka sama dengan meyelamatkan masa depan bangsa.
Namun tentu bukanlah perkara mudah dalam mengambil tindakan dan pengawasan apalagi mengingat lingkungan mayarakat yang luas. Maka hal yang paling mungkin adalah melakukan upaya deradikalisasi pada struktur masyarakat terkecil, yaitu keluarga melalui internalisasi nilai-nilai pendidikan sejak dini. Pendidikan yang dimulai dari lingkungan keluarga akan mampu mengkonstruksi karakter pada diri anak sebagai pondasi yang kokoh sebelum bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas, atau bahkan dapat menjadi penguat serta penyeimbang atas berbagai input yang diterima anak dari luar keluarganya, yaitu lingkungan sekolah dan masyarakat. Tak heran jika kemudian keluarga disebut sebagai sekolah yang pertama dan utama. Maka dalam hal ini peran orang tua sangat penting agar mampu menjalankan fungsi keluarga bagi perkembangan sang anak. Sofyan Sauri menyebutkan secara rinci 10 fungsi keluarga yang bisa dicapai melalui pendidikan yaitu fungsi edukatif, fungsi sosial, fungsi proteksi (perlindungan), fungsi afeksi, fungsi ekonomi, fungsi biologis, fungsi pembinaan lingkungan, fungsi rekreatif, fungi reproduksi, dan fungsi religius. Bisa dikatakan bahwa seluruh fungsi dari keluarga tersebut sangat komprehensif dan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan. Maka pendidikan keluarga yang baik akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi anak baik secara individu yang akan menjadi sosok insan kamil (good people) maupun secara sosial yang akan menjadi bagian dari masyarakat madani (civil society).
Pentingnya pendidikan dilingkungan keluarga juga dikemukakan oleh Jamaal ‘Abdur Rahman dalam karyanya Athfaalul Muslimin; Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin yang menegaskan kondisi ideal pendidikan dalam keluarga untuk lebih mengetahui kecenderungan dan kebiasaan anaknya, segi positif dan segi negatifnya, dan juga lebih mengetahui kebaikan dan keburukannya sehingga mendorong orang tua untuk mengarahkan dan membimbing anaknya menjadi sosok manusia yang sempurna. Maka tak heran jika Nabi Muhammad saw pernah bersabda “Tiada suatu pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik”. Demikianlah begitu besarnya pengaruh pendidikan keluarga dalam memberikan pemahaman yang lurus dan mencegah masuknya paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, orang tua sebagai poros utama dalam kehidupan keluarga seyogyanya dapat mengetahui dan memahami dengan baik pola pendidikan yang akan diterapkan pada sang anak.
Dalam rangka mencegah tercemarnya lingkungan keluarga dari paham radikal yang menjurus pada sikap intoleransi maka perlu adanya penguatan dalam memaknai dan menjalani nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan. Bahwa kita hidup di Negara Kesatuan Repubik Indonesia yang beragam budaya, suku dan agama maka perlu diresapi kemajemukan tersebut dengan bhinneka tunggal ika sebagai prinsip bernegara. Serta kita hidup dengan berpegang teguh pada ajaran agama yang tidak membeda-bedakan antara manusia yang satu dengan yang lain, karena hadirnya agama merupakan sebuah rahmat bagi semesta alam. Kemudian nilai-nilai tersebut termanifestasikan dalam butir-butir Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Sehingga dengan pendidikan keluarga yang berasaskan pada nilai-nilai Pancasila itu merupakan upaya meredam radikalisme yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Selanjutnya setelah peletakan dasar-dasar pendidikan melalui keluarga, dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan di sekolah dengan pengawasan orang tua serta diimplementasikan dalam lingkungan masyarakat sebagai aplikasi sosial bagi seluruh anggota masyarakat. Maka dapat dibayangkan betapa kuatnya prinsip kehidupan sosial anak Indonesia melalui penguatan tripusat lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dan sudah barang tentu penguatan peran dari tripusat lingkungan pendidikan terebut dapat dijadikan sebagai jalan emas dalam upaya deradikalisasi untuk kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Comments
Post a Comment